Padang Safa Marwah
Kisah Nabi Ibrahim
Oleh: Fadhil ZA
Dikisahkan
Nabi Ibrahim beserta istinya Sarah dan khadamnya Hajar menetap di
tanah Palestina. Mereka hidup rukun beserta pengikutnya yang setia.
Namun demikian, ada satu hal yang mengganjal hati Nabi Ibrahim beserta
istrinya Sarah. Mereka sudah berusia lanjut namun belum juga
dikaruniai seorang putra yang diharapkan dapat melanjutkan keturunanya.
Sarah mengusulkan kepada Nabi Ibrahim agar ia mengambil Hajar,
khadamnya, menjadi istri. Mudah-mudahan mereka bisa mendapat keturunan
dari Hajar. Nabi Ibrahim menerima usulan tersebut, ia pun menikahi
Hajar.
Dari perkawinannya dengan Hajar, lahirlah seorang putra yang diberi nama Ismail. Mereka sekeluarga diliputi kegembiraan. Demikian pulahalnya dengan Sarah, istri pertama nabi Ibrahim. Namun, kegembiraan Sarah itu hanya sementara waktu. Sebab, tak lama kemudian hatinya mulai diserang suatu perasaan yang sulit dibayangkan.
Sarah
merasa cemburu terhadap Hajar. Hatinya tak kunjung tenang, selalu
gelisah, makan dan minum jadi tidak karuan rasanya. Ia tidak tahan
melihat kebahagiaan Hajar beserta anaknya. Hal ini disampaikan terus
terang oleh Sarah kepada Nabi Ibrahim. Ia mengusulkan agar Nabi Ibrahim,
Hajar beserta anaknya meninggalkannya sendiri, pergi ke tempat yang
sejauh jauhnya agar tidak terlihat dan terdengar olehnya sedikitpun.
Dengan
wahyu dari Illahi, Nabi Ibrahim menerima usulan Sarah itu. Nabi Ibrahim
membawa Hajar beserta putranya mengembara, mengikuti ke mana kaki
melangkah. Tujuannya hanya pergi sejauh jauhnya dari tempat Hajar
bermukim. Setelah sekian lama berjalan, sampailah Nabi Ibrahim di suatu
lembah padang pasir yang sunyi. Ia menerima wahyu agar meninggalkan
istrinya Hajar beserta putranya di lembah itu.
Nabi
Ibrahim meninggalkan Hajar ditempat itu. Padang pasir yang gersang,
sunyi tidak ada tumbuh-tumbuhan maupun manusia seorangpun. Nabi Ibrahim
menyampaikan pada Hajar agar ia beserta putranya menetap di tempat itu,
sedang ia sendiri akan melanjutkan perjalanan kembali ke Palestina.
Hajar terkejut, ia merasa bahwa tempat itu adalah tempat yang sangat
tidak layak baginya. Apalagi, beserta seorang bayi yang masih menyusu.
Hajar
bertanya : “Ya Ibrahim, mengapa engkau meninggalkan kami di lembah yang
sunyi ini, lembah yang tidak ditumbuhi tanam tanaman dan tidak pula
berpenghuni”. Ibrahim menjawab:” Demikianlah Allah telah memerintahkan
padaku”. Hajar menjawab: “Ya Ibrahim, kalau itu adalah perintah Tuhanmu,
maka tidak ada jalan lain selain mematuhinya. Allah tidak akan
menyia-nyiakan kami Dialah sebaik baik pelindung dan sebaik baik
penolong”.
Dengan
hati yang berat, Ibrahim pun melanjutkan perjalanannya meninggalkan
anak dan istrinya di lembah yang tandus, sunyi tidak ada tumbuh tumbuhan
dan manusia seorang pun. Ibrahim berdoa sebagaimana di sebutkan dalam
surat Ibrahim ayat 37 :
“Ya
Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku
di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung
kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan
mereka bersyukur. (Ibrahim 37)
Tempat
di mana Hajar dan Ismail ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim yang dikatakan
padang pasir tandus tidak ada tanam tanaman dan tidak pula berpenghuni
itu adalah kota Mekah yang sekarang. Itulah asal mula berdirinya kota
Mekah yang sekarang ini. Hajar dengan bulat bulat menyerahkan dirinya
pada Allah. Ia yakin bahwa Allah akan menjamin segala kebutuhannya
dilembah yang sunyi itu.
Dari
hari ke hari, bekal yang dibawanya mulai menipis, persediaan air dan
makanan sudah habis. Hajar terus menunggu di tengah teriknya matahari,
dengan perut kosong dan haus yang mendera ia terus berdoa mengharap
datangnya pertolongan Allah baginya. Badan yang semula kuat berangsur
mulai lemah, Sementara anaknya Ismail yang kehausan menangis dengan
suara yang semakin lemah.
Dari
jauh, Hajar melihat seolah-olah ada air yang tergenang di bukit Marwa.
Ia berlari meninggalkan putranya Ismail di bukit Safa. Sesampainya di
Marwah, ternyata air yang dilihatnya itu tidak ada. Ia teringat anaknya
dan bergegas kembali ke Safa, didapati anaknya tergeletak lemah,
menangis kehausan. Kembali ia lihat di arah bukit Marwah ada air yang
tergenang. Ia kembali berlari kesana, namun sesampainya di Marwah
ternyata air itu tidak ada.
Hajar
bergegas kembali ke Safa menemui putranya Ismail yang tergeletak lemah.
Demikian terus ia lakukan sampai tujuh kali, berlari antara Bukit Safa
dan Marwah. Kejadian itu terus dikenang oleh semua orang yang melakukan
ibadah haji dengan berjalan dan berlari kecil di antara Safa dan Marwah
sebanyak tujuh kali.
Dalam
keadaan letih dan hampir putus asa, tiba tiba Hajar melihat pasir di
kaki putranya basah dan berair. Ia segera menggali pasir di kaki
putranya itu, ternyata semakin banyak air yang keluar. Ia terus
menggali. Tiba tiba memancarlah air yang jernih dan sejuk, ia terkejut
dan berseru : "zamzam, zamzam…zamzam…zamzam! yang berarti tenang…
tenang.. tenanglah…” Sarah segera mereguk air tersebut, menghilangkan
rasa haus yang mendera. Di raupnya air tersebut dan diminumkan pada
putranya Ismail.
Air yang sejuk berlimpah ruah keluar dari pasir yang digalinya itu, menjelma menjadi telaga dengan air yang sejuk dan jernih. Telaga itu kita kenal sampai sekarang sebagai telaga zamzam, yang berada didalam masjidil Haram Makah. Sebagai sumber air yang tidak pernah kering sampai sekarang memenuhi kebutuhan jemaah haji yang jumlahnya sampai jutaan orang. Telaga yang muncul di tengah padang pasir yang tandus itu menarik perhatian burung yang terbang diangkasa.
Burung gurun pun ramai datang untuk minum ketempat itu. Musyafir yang sedang berjalan di padang pasir melihat burung yang terbang berkelompok di angkasa. Mereka yakin di tempat burung itu tentu ada air. Akhirnya rombongan musyafi rpun singgah di tempat Hajar dan putranya Ismail tersebut.
Lambat
laun, tempat itu menjadi ramai oleh musyafir yang singgah, di antaranya
ada yang bermalam dan menetap ditempat tersebut. Tempat itu semakin
ramai, akhirnya Hajar yang dituakan oleh para musyafir itu kehidupannya
semakin baik. Kini, ia telah memiliki harta dan binatang ternak yang
cukup untuk kehidupannya sehari hari. Tempat itu kini kita kenal dengan
nama kota Mekah, tempat berkumpul jutaan manusia setiap tahun untuk
melaksanakan ibadah haji.
Sumber: www.TIPHI2008.com
nunut maen pinball
BalasHapushttp://panduaku.blogspot.com/
http://rajagank.blogspot.com/
sippphhhh
BalasHapus